"Awal tahun 1970-an sampai akhir tahun 1990-an hasil hutan kayu menjadi primadona. Bahkan penyumbang devisa terbesar kedua setelah minyak dan gas bumi," ujarnya. Seiring berjalannya waktu, sebut dia, Hak Penguasaan Hutan (HPH) mulai redup dan sudah tidak bisa diharapkan dan menyisakan banyak persoalan yang sampai sekarang sulit untuk diselesaikan.
"Kerusakan hutan terjadi hampir di semua wilayah, tumpang-tindih dan sengketa lahan menjadi hal yang sangat rumit untuk dipecahkan serta sederet persoalan lainnya yang berkaitan dengan kawasan hutan," ucapnya. Dia menambahkan, Kabupaten Tanah Laut ditetapkan Kementerian Kehutanan RI sebagai daerah pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) memiliki unggulan berupa budidaya lebah madu.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah melalui Keputusan Bupati No. 188.45/463-KUM/2013, menetapkan madu sebagai HHBK unggulan bagi Kabupaten Tanah Laut. Dengan Keputusan Bupati tersebut, jelas dia, Dinas Kehutanan Kabupaten Tanah Laut secara intensif melakukan pembinaan dalam pengembangan lebah madu tersebut, melalui sosialisasi, pelatihan, bantuan alat, dan penguatan kelembagaan kelompok tani.
"Saat ini sudah lebih dari 1.000 koloni lebah dibudidayakan dengan melibatkan 30 kelompok. Jenis lebah yang dibudidayakan itu seperti Apis Cerena, Apis Dorsata, Apis Mellifera dan Klenceng atau Kelulut," ucapnya. Selain madu, sebenarnya masih ada beberapa hasil ikutan dari lebah yang belum termanfaatkan seperti, royal jeli, propolis, pollen dan racun lebah. "Produk dari lebah tersebut tidak hanya untuk dikonsumsi saja, tetapi juga digunakan untuk industri kesehatan, kosmetik dan lainnya," ujarnya.
Sumber : www.antarakalsel.com / Selasa, 7 April 2015